Jumat, 12 Februari 2016

Memahami Pengertian Statistika dan Statistik

Statistika dikenal dengan sesuatu yang erat kaitannya dengan angka-angka atau data. Hal ini sesuai dengan sejarah perkembangannya, bahwa sejak awal statistika dimaknai sebagai suatu ilmu yang membahas cara-cara mengumpulkan angka sebagai hasil pengamatan menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami. Secara etimologi, statistika berasal dari kata “status” yang berarti negara. Sehingga pada awalnya, statistika hanya berkaitan dengan angka-angka (data) mengenai kekayaan suatu negara seperti jumlah penduduk, hewan piaraan, hasil pertanian, dan modal.

Istilah ‘statistika’ (bahasa Inggris :statistics) berbeda dengan 'statistik' (bahasa Inggris : statistic). Secara umum, ada dua definisi tentang kedua istilah ini. Pertama, statistika disefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data. Sedangkan, statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Ini merupakan definisi secara luas yang paling banyak dipahami oleh berbagai kalangan.

Definisi yang kedua mengenai istilah statistika dan statistik sangat erat kaitannya dengan suatu proses pengambilan kesimpulan atau inferensia. Dan, sebelum memahami definisi ini perlu dipahami terlebih dahulu beberapa istilah penting dalam statistika, yaitu populasi, contoh (sampel), dan parameter.

Dalam dunia penelitian, semangat yang dibangun adalah mendapatkan suatu kesimpulan yang sifatnya luas hingga berlaku secara umum kepada keseluruhan objek yang menjadi target pengambilan kesimpulan dengan cara mengambil data dari sebagian objek saja yang dipandang mampu mewakili. Keseluruhan objek yang menjadi target pengambilan kesimpulan disebut populasi. Sedangkan, sebagian anggota populasi yang menjadi objek untuk diambil datanya disebut sampel.

Populasi dan sampel merupakan kumpulan objek-objek. Sehingga, masing-masing memiliki ciri atau ukuran-ukuran tertentu. Ukuran-ukuran atau ciri numerik dari suatu populasi disebut parameter. Sedangkan, ciri numerik dari suatu contoh disebut statistik (statistic). Ukuran-ukuran yang ada pada sampel merupakan penduga bagi ukuran-ukuran yang ada pada populasi. Sehingga, statistik merupakan penduga bagi parameter. Oleh karena itu, ilmu yang mempelajari tentang pendugaan parameter disebut statistika. Inilah definisi kedua mengenai istilah statistika dan statistik, yang selama ini cenderung hanya dipahami oleh orang-orang yang menekuni keilmuan statistika.

Minggu, 24 November 2013

PETANI CERDAS, PAHLAWAN MASA KINI **

Tanggal 10 November merupakan hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia yang kemudian diperingati sebagai hari pahlawan. Sebuah peringatan yang dilakukan untuk mengenang jasa-jasa para pejuang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Para pejuang rela mengorbankan jiwa raga, harta benda demi membela dan membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan bangsa lain.

Jika mencermati perjuangan para pahlawan, betapa mulianya maksud dan tujuan mereka yang menginginkan kemerdekaan dari tangan penjajah. Sebagaimana termaktub di dalam pembukaan UUD 1945, cita-cita yang ingin diwujudkan oleh para pahlawan bangsa adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan perdamaian dunia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Suatu cita-cita luhur yang membutuhkan kerja keras serta pengorbanan dalam mewujudkannya.

Berkenaan dengan Pahlawan, ada beberapa definisi yang menjabarkan tentang kata pahlawan. (1) orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. (2) pejuang yang gagah berani (KBBI, 1993). Namun secara lebih luas, makna pahlawan adalah seseorang yang berbakti kepada masyarakat, negara, bangsa dan atau umat manusia tanpa menyerah dan rela berkorban demi tercapainya tujuan dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih.

Berdasarkan definisi di atas maka pahlawan tak hanya orang yang berjuang melawan penjajahan dari bangsa lain dengan cara bertempur di medan perang, namun siapa saja yang telah mendarmabaktikan hidupnya untuk kemanusiaan sesuai dengan bidang dan perannya. Jika menghayati lebih lanjut akan cita-cita para pahlawan yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 45, maka pernyataan yang mesti kita tanamkan dalam diri kita sebagai warga negara Indonesia adalah “setiap orang harus menjadi pahlawan”.

Sekarang Indonesia sudah merdeka dari penjajahan bangsa lain. Hal ini apakah berarti bahwa perjuangan Bangsa Indonesia sudah usai? Tentu saja tidak. Cita-cita Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 belumlah tercapai sempurna. Bangsa Indonesia masih terjajah, yaitu oleh kemiskinan dan kebodohan. Sehingga, perjuangan masih harus terus dilanjutkan.

Kemiskinan merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Besarnya angka kemiskinan di Indonesia, menunjukkan bahwa kesejahteraan belum merata. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin mencapai 28,07 juta orang (11,37%). Angka kemiskinan ini melebihi target yang disepakati oleh Pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2013 dimana angka kemiskinan ditetapkan sebesar 10,5%. Pada akhir tahun 2014, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan mencapai 8-10% (TNPPK, 2010). Untuk mencapai target ini, perlu upaya serius dari berbagai pihak.

Dari total penduduk miskin di Indonesia tersebut, sebagian besar berada di wilayah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai petani. Menurut data BPS (Maret,2013), sebaran jumlah penduduk miskin diperkotaan sebanyak 10,33 juta orang dan dipedesaan sebanyak 17,74 juta orang. Dari segi pekerjaan, penduduk berusia 15 tahun ke atas memiliki pekerjaan utama di bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan dengan persentase terbesar yaitu 35,05% bila dibandingkan dengan bidang pekerjaan industri, perdagangan, pertambangan, jasa kemasyarakatan dan lainnya (BPS,Februari, 2013).

 Kemiskinan erat kaitannya dengan kebodohan. Masyarakat miskin akan cenderung tertinggal dalam kesempatan mendapatkan pendidikan. Padahal, pendidikan sangatlah penting untuk perkembangan seseorang. Orang yang berpendidikan tentu akan memiliki kecerdasan yang lebih baik dari pada orang yang tidak berpendidikan. Individu-individu yang cerdas akan membentuk tatanan masyarakat yang cerdas. Dari sinilah akan lahir bangsa yang cerdas.

Dalam upaya meningkatkan kecerdasan masyarakat, pemerintah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun. Berdasarkan UUD 1945 amandemen pasal 31, penyelenggaraan pendidikan mendapat alokasi anggaran dana minimal 20% dari APBN dan APBD. Oleh karena itu, pendidikan dasar 9 tahun tidak memungut biaya dari orang tua siswa alias gratis. Namun faktanya, anak-anak dari keluarga miskin khususnya petani belum sepenuhnya dapat menikmati pendidikan yang layak. Masih banyak didapati anak petani yang tidak bersekolah dan putus sekolah. Penyebabnya secara umum karena tingkat ekonomi dan pola pikir masih rendah. Pada akhirnya, pendidikan anak tidak menjadi prioritas bagi orang tua. Keadaan ini dipicu pula oleh kondisi eksternal di masyarakat, seperti mahalnya biaya pendidikan dan tuntutan ekonomi yang semakin tinggi, sementara pendapatan mereka pas-pasan. Jangankan untuk membayar biaya pendidikan, untuk makan sehari-hari pun mereka kesulitan. Terlebih lagi nilai tukar hasil pertanian rendah dan itupun masih diombang-ambingkan oleh harga.

Oleh karenanya, tidak mengherankan bila ternyata masih ada penduduk Indonesia pada usia sekolah namun tidak bersekolah. Data BPS menyebutkan bahwa angka partisipasi sekolah penduduk usia 13–15 tahun sebesar 89,52%, usia 16-18 tahun 60,87%, dan usia 19-24 tahun hanya 15,73%. Angka partisipasi sekolah untuk jenjang pendidikan dasar relatif tinggi. Untuk jenjang pendidikan menengah partisipasinya sudah mulai menurun. Kemudian, untuk penduduk usia 19-24 tahun angka partisipasi sekolah sangatlah rendah. Pada hal, usia ini adalah masa seseorang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Ini merupakan fakta yang menunjukkan betapa minimnya penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi.

Tingginya angka kemiskinan di pedesaan, yang mayoritas penduduknya adalah petani dan rendahnya angka partisipasi pada pendidikan tinggi menunjukan bahwa kemiskinan dan kebodohan menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia. Oleh karena itu, jelas bahwa sampai sekarang masih diperlukan pahlawan-pahlawan bangsa yang siap berjuang tanpa lelah. Pahlawan yang bersedia berkorban jiwa dan raga untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan terutama di daerah pedesaan. Siapakah mereka?

Berdasarkan data sebaran penduduk miskin dipedesaan dan persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian sangat dominan diantara yang lain, maka sosok pahlawan yang sangat dibutuhkan bangsa saat ini adalah yang bersedia mengabdikan dirinya pada sektor pertanian. Sehingga, ada dua jenis orang yang layak diberi gelar pahlawan masa kini. Mereka adalah para petani cerdas, yang memberikan kontribusi besar pada bangsa sesuai dengan perjuangannya masing-masing.

Siapakah petani cerdas itu? Pertama, para petani miskin di pedesaan yang berhasil menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. Mereka disebut petani cerdas, karena memiliki integritas tinggi terhadap keluarganya dan memiliki cita-cita jangka panjang yang mulia. Mereka bersedia mengorbankan jiwa dan raga, bekerja seharian penuh di ladang, demi mencukupi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan putra putrinya. Mereka adalah petani gigih yang memiliki motivasi tinggi untuk mengangkat derajat keluarganya dengan menyekolahkan putra-putri mereka untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak semasa hidupnya, namun mereka menginginkan agar putra-putrinya tidak bodoh dan miskin seperti mereka. Tujuan jangka panjangnya sangat besar, meskipun sederhana. Suatu hari nanti, jika putra-putrinya telah berhasil, maka perekonomian keluarganya dapat diperbaiki sehingga kesejahteraan keluarga dapat ditingkatkan. Bayangkan jika setiap petani memiliki fikiran seperti ini, maka akan terlahir orang-orang sukses yang selanjutnya akan mengangkat harkat dan martabat orang miskin melalui peningkatan kesejahteraan hidup. Orang-orang seperti inilah sebenarnya yang berjasa bagi Bangsa Indonesia. Mereka adalah sosok yang perlu diteladani.

Kemudian, selain berjuang mensejahterakan diri dan keluarganya, para petani gigih dari desa ini juga telah memberikan sumbangsih untuk pemerintah dan bangsa. Usaha bertani tersebut, selain untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga, mereka juga memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara luas. Seandainya tidak ada tangan-tangan kasar petani yang bersedia menanam padi dan palawija di ladang, apa yang akan dikonsumsi oleh masyarakat yang bermata pencaharian selain petani? Apakah pemerintah akan terus-menerus mengimpor kebutuhan pangan dari negara lain? Jika hal ini terjadi, maka akan semakin miskinlah negara kita. Kondisi ini dalam jangka waktu panjang akan dapat memicu timbulnya penjajahan dari bangsa lain secara tidak langsung.

Kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang turut menikmati hasil kerja keras petani, mungkin tak terfikirkan bahwa petani adalah pahlawan bangsa. Merekalah yang telah memberikan hasil jerih payahnya untuk keberlangsungan hidup orang banyak. Kita seringkali tidak menyadari hal itu. Padahal di Jepang, negara yang telah maju perkembangan teknologinyapun, anak-anak sejak dini dididik untuk menghargai petani. Anak-anak sekolah taman kanak-kanak setiap hendak makan diajarkan supaya memulai dengan mengucapkan ”terimakasihku pada petani yang telah menyediakan makanan ini”. Ini mendidik anak untuk menghargai jerih payah petani dalam menghasilkan sesuap nasi yang perlu perjuangan dengan tetesan keringat dalam waktu panjang. Untuk itu, mestinya pemerintah perlu memberikan perhatian serius kepada para petani. Pendampingan secara serius dan berkesinambungan terhadap para petani ini adalah salah satu bentuk terimakasih pemerintah terhadap pahlawan masa kini.

Petani cerdas yang kedua adalah sarjana pertanian yang bersedia mengabdikan diri di kampung halamannya guna membantu para petani dipedesaan dalam memajukan sektor pertanian. Sektor pertanian adalah bagian penting dari kemajuan suatu bangsa. Sektor pertanian memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karenanya, peran sarjana pertanian sangat dibutuhkan. Bahkan, sudah seharusnya menjadi sebuah idealisme bagi sarjana pertanian untuk membangun pertanian. Sebagaimana yang disebutkan oleh Gunawan, R.H (2006), sejak menjadi mahasiswa, sarjana pertanian memiliki tanggungjawab untuk dapat menyelesaikan masalah pertanian dengan ilmu yang dimilikinya, membantu percepatan pembangunan pertanian dengan melakukan pendampingan petani, image building of agriculture dan melakukan advokasi-advokasi pertanian yang bisa membantu mensejahterakan petani. Dengan peran-peran itulah pertanian Indonesia akan bangkit dari tangan-tangan pembaharu yakni Sarjana Pertanian Indonesia.

 Namun kenyataannya saat ini, banyak sarjana pertanian yang kehilangan orientasi, sehingga mereka tak mampu menjaga idealismenya untuk memajukan sektor pertanian. Mereka lebih memilih untuk bekerja pada bidang lain, misalnya perbankan, industri, dan lainnya, daripada kembali ke kampung halaman membantu para petani dengan melaksanakan perannya di bidang pertanian. Bahkan, masih ada sarjana pertanian yang merasa menyesal telah memilih jurusan pertanian. Ada juga yang masih mempertanyakan kontribusi apa yang bisa diberikan pada negara melalui ilmu pertaniannya. Ironis sekali keadaan ini. Padahal, uluran tangan para ilmuwan pertanian ini sangat dibutuhkan oleh para petani tradisional di desa-desa.

Oleh karena itu, jika saat ini ada sarjana pertanian yang dengan semangatnya kembali ke kampung untuk membangun pertanian dengan ilmu yang telah dimilikinya, patut diberi penghargaan. Dia adalah teladan bagi bangsa ini. Orang seperti ini, sangat diperlukan untuk bekerjasama bahu membahu dengan petani tradisional yang tidak memiliki kesempatan untuk menimba ilmu di perguruan tinggi. Sarjana petanian yang seperti inilah yang dibutuhkan negeri ini. Dia adalah seorang pahlawan masa kini.

Keberhasilan cita-cita bangsa dapat diperoleh dari keberhasilan individu-individu dan keberhasilan setiap keluarga. Jika para petani di pedesaan mampu memiliki visi jangka panjang seperti diuraikan di atas dan didukung pula oleh peran sarjana pertanian yang bersedia mendampingi mereka, maka cita-cita Bangsa Indonesia akan mudah terwujud. Semakin banyak petani gigih dan sarjana pertanian yang memiliki perhatian serius untuk melakukan pengembangan di sektor pertanian, maka akan semakin sejahtera bangsa ini. Pemerintah tidak perlu lagi melakukan impor bahan pangan. Sehingga, alokasi dana untuk mengimpor bahan pangan dapat dialihkan untuk membeli produk pertanian dari masyarakat petani dalam negeri. Hal ini akan semakin meningkatkan taraf hidup masyarakat petani di pedesaan. Dengan demikian, belenggu kemiskinan dan kebodohan akan dapat segera dihapuskan.

Perjuangan Bangsa Indonesia tidak akan usai selagi kehidupan masih berlangsung. Untuk itu, para pahlawan akan selalu diperlukan sepanjang zaman. Cita-cita pahlawan zaman dulu telah tercapai apabila tingkat kemiskinan dan kebodohan masyarakat Indonesia sudah mendekati 0%. Apakah hal ini mungkin? Tentu saja. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Untuk itu, hendaknya setiap kita sanggup menjadi pahlawan masa kini, seperti para petani dan sarjana pertanian yang gagah berani. []

** Telah dimuat di Tabloid Inspirasi Vol 4, No. 80, 10 Nopember 2013

Jumat, 05 April 2013

PENYAJIAN DATA (1)



Teman-teman, pembahasan kita kali ini adalah mengenai penyajian data. Tujuan penyajian data adalah untuk memberikan gambaran mengenai data yang kita miliki supaya dapat diperoleh informasi yang jelas. Ada beberapa cara dalam menyajikan data, diantaranya adalah menggunakan tabel distribusi frekuensi, diagram, histogram, dan poligon frekuensi. Bagaimana cara membuatnya, mari kita lihat contoh melalui cerita berikut ini.

TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI

Hwang Jin adalah seorang dosen Bahasa Korea di Universitas X. Dia memiliki mahasiswa sebanyak 15 orang. Setelah satu bulan mengajar, Hwang Jin mengadakan ujian untuk melihat ketercapaian kompetensi materi yang telah diajarkan. Berikut ini adalah nilai-nilai hasil ujian dari 15 orang mahasiswanya.
60, 40, 35, 60, 50, 70, 35, 30, 40, 50, 50, 60, 50, 70, 70.
Kemudian, Hwang Jin ingin melihat ringkasan nilia-nilai mahasiswa tersebut ke dalam tabel distribusi frekuensi. Dia membutuhkan Anda untuk membantunya.

Bagaimana Teman, apakah anda bisa membantunya…? Hehe.. J
Jika belum bisa, mari perhatikan penjelasan berikut ini …

Ada dua macam tabel distribusi frekuensi yang dapat kita buat, yaitu tabel distribusi frekuensi data tunggal dan tabel distribusi frekuensi data berkelompok. Untuk data tunggal, datanya tetap berupa angka tunggal. Sedangkan untuk data berkelompok, datanya berupa interval nilai. Kita akan bahas satu per satu bagaimana cara membuat tabelnya.

Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal

Pertama, kita membuat tabel yang terdiri atas dua kolom.  Kolom pertama diberi nama Nilai dan kolom kedua diberi nama Frekuensi. Kolom Nilai berisi nilai-nilai mahasiswa, sedangkan kolom Frekuensi menyatakan banyaknya mahasiswa yang mendapatkan nilai tertentu yang dituliskan di kolom Nilai. Begini lay out nya…

Nilai
Frekuensi
  
Kedua, pada kolom nilai, isikan nilai-nilai mahasiswa, untuk nilai yang dobel (muncul lebih dari satu kali), cukup ditulis satu kali saja ya..
Kemudian, pada kolom Frekuensi, isikan berapa banyaknya mahasiswa yang mendapatkan nilai seperti tertera pada kolom “Nilai”. Kalau kita lihat data nilai mahasiswanya Hwang Jin, mahasiswa yang mendapat nilai 30 ada 1 orang. Berarti, kita isikan angka 30 pada kolom nilai dan angka 1 pada kolom frekuensi. Dan seterusnya seperti itu ya… Dan begini jadinya…

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data Tunggal
Nilai
Frekuensi
30
1
35
2
40
2
50
4
60
3
70
3
Total
15

Nah, kita lihat pada tabel tersebut, total frekuensinya sama dengan 15 kan? Hal ini berarti sudah sama dengan jumlah data nilai mahasiswa Hwang Jin. Jadi, perhitungan frekuensinya sudah benar.
Hemm…Bagaimana teman…? Gampang kan…?
Jika suatu hari Anda dimintai bantuan lagi oleh Hwang Jin ataupun orang lain lagi, Anda pasti bisa ya..? He..hehe…

Sekarang Anda perhatikan data yang sudah disajikan pada Tabel 1 dengan data nilai mahasiswanya Hwang Jin yang masih disusun berbaris. Mana yang lebih sederhana dan dapat memberikan informasi dengan jelas…?
Tentu data yang sudah disajikan dalam Tabel 1 kan…? Itulah mengapa, menyajikan data dalam bentuk tabel ini merupakan hal yang penting. Dari sanalah orang bisa mendapatkan informasi.

Sekarang, coba teman-teman analisa, apa yang bisa kita katakan dari data pada Tabel 1 tersebut…?

Kalau melihat kolom frekuensi, dapat kita ambil informasi bahwa kebanyakan mahasiswa mendapatkan nilai 50 ke atas. Kalau nilai 50 kita nyatakan sebagai batas nilai yang baik, maka kita dapat katakan bahwa nilai ujian Bahasa Korea mahasiswa Universitas X mayoritas sudah baik. Hal ini artinya apa..? Berarti, Hwang Jin sudah cukup berhasil dalam mengajar Bahasa Korea dalam satu bulan yang telah berlangsung tersebut.

Hemm… bagaimana, Teman? Dapat dipahami kan pelajaran mengenai penyajian data dalam tabel distribusi frekuensi data tunggal..?

Kalau sudah paham, kita akan lanjutkan membantu Hwang Jin membuat tabel distribusi frekuensi data berkelompok ya.. Hehehe..
  

Tabel Distribusi Frekuensi Data Berkelompok

Membuat tabel distribusi data berkelompok sedikit lebih panjang dari pada data tunggal. Oleh karenanya, diperlukan kesabaran dan konsentrasi yang lebih tinggi dalam mengerjakannya. Sanggup kan ya…?  Masih mudah kok… J
Begini nih caranya…
Ada beberapa langkah dalam pembuatan tabel distribusi frekuensi data berkelompok, yaitu:

1.    Urutkan data dari data terkecil ke data terbesar
2.   Hitung rentang, rumusnya begini :
Rentang = Data tertinggi – Data terendah
3.   Hitung banyaknya kelas.
Menurut beberapa literatur, banyaknya kelas ini biasanya berkisar dari 5 sampai 15. Namun, supaya dapat diperoleh berapa banyak kelas yang dapat kita buat dari data kita, kita hitung menggunakan Aturan Sturges. Rumusnya begini :
Banyak kelas = 1 + 3.3*Log (banyaknya data).
4.   Hitung panjang kelas interval, dengan rumus :
Panjang kelas = Rentang dibagi banyaknya kelas
Panjang kelas ini selalu sama untuk setiap interval. Dan pastikan, dengan panjang kelas ini, semua data tercakup ke dalam interval yang terbentuk.
5.   Tentukan batas bawah kelas interval
Batas bawah kelas interval pertama biasanya diambil data terkecil. Atau ada juga yang membolehkan sebelum data terkecil, namun tidak boleh melampaui panjang kelas. (Kalo pengen lebih mudah, ambil data terkecil saja). Untuk Batas Bawah kelas interval berikutnya, ditentukan dengan rumus :
Batas Bawah = Batas Atas + 1.
6.   Tentukan Batas Atas kelas interval
Batas atas kelas interval, untuk setiap kelas, hitung saja dengan rumus ini :
Batas Atas = Batas Bawah + Panjang kelas - 1
7.   Hitung frekuensi pada setiap kelas interval
Setelah terbentuk kelas-kelas interval, hitung frekuensi data pada setiap kelas.

Itulah langkah-langkahnya…, bagaimana teman, kira-kira apakah Anda sudah dapat membuatnya…?

Okey, sekarang kita buat tabel distribusi frekuensi data berkelompok dari nilai-nilai mahasiswanya Hwang Jin ya…
Kita tulis lagi data nilai tersebut.
60, 40, 35, 60, 50, 70, 35, 30, 40, 50, 50, 60, 50, 70, 70.
Setelah diurutkan, datanya menjadi begini :
30 35 35 40 40 50 50 50 50 60 60 60 70 70 70
Dari data tersebut, kita ketahui :
n         = 15
Xmin     = 30
Xmaks    = 70
Sehingga kita peroleh :
R = 70 – 30 = 40
k = 1 + 3.3 Log (15)
  = 1 + 3.3 (1.176)
  = 4.88
Karena nilai k tidak bulat, kita boleh membulatkan ke atas maupun ke bawah. Jika di bulatkan ke atas menjadi k = 5 jika dibulatkan ke bawah menjadi k = 4. Keduanya, boleh-boleh saja kita pilih.
Misalnya sekarang kita pilih untuk membulatkan ke atas, maka k=5.
Sehingga, kita peroleh :
  
p = 40 / 5 = 8
Kemudian, kita hitung BB dan BA. Sesuai dengan aturan-aturan yang telah dijelaskan. Oh ya, untuk memudahkan, BB untuk kelas pertama kita pilih data terkecil (Xmin). Selanjutnya kita peroleh BA dan BB untuk semua kelas, sebagai berikut :

Kelas Ke
BB
BA = BB + p - 1
1
Xmin = 30
30 + 8 – 1 = 37
2
37 +1 = 38
38 + 8 – 1 = 45
3
45 + 1 = 46
46 + 8 – 1 = 53
4
53 + 1 = 54
54 + 8 – 1 = 61
5
61 + 1 = 62
62 + 8 – 1 = 69
 
Perhatikan bahwa, dari nilai BB dan BA tersebut, ternyata ada satu nilai mahasiswa Hwang Jin yang tidak tercakup ke dalam interval yang terbentuk. Lalu, bagaimana…? Apakah kita tambah lagi kelasnya…?
Hemmm… untuk kali ini, jangan dulu kita tambah kelas satu lagi…, karena jika kita tambahkan kelas satu lagi, maka kelas yang terbentuk akan lebih banyak. Hal ini dinilai kurang efektif.
Lebih baik, kita coba membulatkan nilai k ke bawah, yaitu k = 4.
Sehingga diperoleh :
p = 40 / 4 = 10 

Serta BA dan BB seperti tertera pada tabel berikut (Caranya sama dengan tabel pada langkah sebelumnya ya…) :

Kelas Ke
BB
BA
1
30
39
2
40
49
3
50
59
4
60
69
Ternyata, masih ada juga nilai mahasiswa Hwang Jin yang belum tercakup ke dalam interval kelas yang terbentuk, lalu bagaimana…?
Hemm…
Kalau sekarang, kita boleh menambahkan kelas satu lagi, yang penting panjang kelasnya tidak berubah dan semua data dapat tercakup ke dalam interval. Dengan pertimbangan, jika ditambahkan kelas satu lagi pada kasus ini, maka banyaknya kelas yang terbentuk menjadi 5, masih lebih sedikit dari pada dengan cara pertama tadi kan? Kalo cara pertama tadi, misalkan menambah kelas satu lagi maka banyaknya kelas menjadi 6. Kalau disuruh memilih, maka lebih baik pilih 5 kelas dari pada 6 kelas, yang penting semua data tercakup di dalam interval.

Hal ini bagaimana hukumnya…? Hehe…
Tentu saja, hal seperti ini boleh saja terjadi. Banyak kelas yang terbentuk memang untuk beberapa kasus dapat berlebih satu kelas dari banyak kelas hasil perhitungan aturan sturges. Hal ini tidak masalah ya…yang penting, semua data dapat tercakup ke dalam interval.
Okey, teman…?

Dengan demikian, BA dan BB yang terbentuk menjadi :

Kelas Ke
BB
BA
1
30
39
2
40
49
3
50
59
4
60
69
5
70
79

Coba teman-teman perhatikan bahwa, dengan membulatkan k ke bawah diperoleh 5 interval kelas dimana semua data sudah tercakup di dalam interval. Sedangkan apabila kita bulatkan k ke atas, agar semua data tercakup ke dalam interval, maka kita perlu membuat 6 interval kelas. Nah, tentunya akan lebih efektif jika kita pilih 5 interval kelas bukan…?! So, bulatkan k ke bawah.
Hehehe…

Untuk masalah pembulatan nilai k hasil perhitungan aturan sturges, ada yang berpendapat begini : “bulatkan ke atas atau ke bawah sehingga diperoleh nilai p yang ganjil dan tidak terlalu besar”.
Nah, pada kasus datanya Hwang Jin ini, ternyata kita tidak memperoleh nilai p yang ganjil, meskipun nilai k di bulatkan ke atas maupun ke bawah. Jadi, kita ambil saja pembulatan yang memberikan banyak kelas dan panjang kelas optimal yang dapat mencakup semua data.
Perbedaan hasil tabel distribusi frekuensi tidak menjadi masalah, yang penting prosedur pengerjaannya benar. Begitu … J

Okey, kita lanjutkan ya membuat tabelnya. Itu belum selesai lho… J
Langkah selanjutnya adalah menghitung frekuensi dari setiap kelas. Caranya adalah dengan menghitung banyaknya nilai yang tercakup di dalam setiap kelas interval. Teman-teman silakan melihat kembali data yang telah diurutkan. Nah, untuk mempermudah, langsung saja kita buat tabelnya ya…


Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Berkelompok
No
Nilai
Frekuensi
1
30 - 39
3
2
40 - 49
2
3
50 - 59
4
4
60 - 69
3
5
70 - 79
3
Total
15

Horee… tabelnya sudah jadi… hehehe…
Eiits… tunggu dulu…, belum tuntas ya pembahasan kita… Hehehe..

Sekarang kita baca tabel distribusi frekuensi data berkelompok dari nilai-nilai mahasiswanya Hwang Jin tersebut ya…

Mahasiswa yang memiliki nilai berkisar dari 30 sampai 39 ada 3 orang.
Mahasiswa yang memiliki nilai berkisar dari 40 sampai 49 ada 2 orang.
Mahasiswa yang memiliki nilai berkisar dari 50 sampai 59 ada 4 orang.
Mahasiswa yang memiliki nilai berkisar dari 60 sampai 69 ada 3 orang.
Mahasiswa yang memiliki nilai berkisar dari 70 sampai 79 ada 3 orang.
 
Setelah itu, ada beberapa istilah yang perlu Anda ketahui dari tabel distribusi frekuensi data berkelompok. Yaitu :

Tepi Bawah Kelas (TB) = BB – 0.5
Tepi Atas Kelas (TA)   = BA + 0.5
Titik Tengah Kelas (TT)       = (BA + BB) / 2
Panjang Kelas (p)             = TA – TB

Istilah-istilah tersebut berguna untuk pelajaran berikutnya ya… J

Bagaimana, Teman…? Gampang kan membuat tabel distribusi frekuensi data berkelompok…? Anda pasti ketagihan untuk membuatkan tabel distribusi frekuensi data nilai mahasiswanya Hwang Jin pada ujian bulan-bulan berikutnya… Apalagi, jika Hwang Jin selalu mentraktir Anda jalan-jalan ke Korea setelah anda selesai membantunya… hehehehe… Sangat menyenangkan ya jika pintar statistika… J

Tapi tunggu dulu…
Ada yang perlu kita kaji dari kedua tabel distribusi frekuensi, yaitu untuk data tunggal dan untuk data berkelompok.
Hemmm…
Begini, silakan Anda amati frekuensi pada Tabel 2. Hampir sama dengan yang di Tabel 1 kan…? Kenapa demikian…?

Karena…
Data Hwang Jin hanya sedikit dan tidak terlalu beragam. Sehingga, kalau disuruh memilih diantara kedua jenis tabel tersebut, kita dapat memilih dengan pedoman : jika datanya sedikit dan atau tidak beragam, maka lebih baik kita buat tabel distribusi frekuensi data tunggal saja, karena dari segi pembuatannya lebih mudah dan dari segi kandungan informasi yang dapat diberikan tabel juga lebih jelas. Untuk tabel distribusi data tunggal, nilai-nilai yang disajikan adalah nilai pasti dari data yang ada, sedangkan untuk tabel distribusi data berkelompok, nilai-nilai yang disajikan berupa kisaran nilai sehingga kita tidak dapat mengetahui secara pasti berapa nilai sesungguhnya.
Namun, jika datanya banyak, terlebih lagi jika beragam, maka lebih baik kita membuat tabel distribusi frekuensi data berkelompok, karena hasilnya bisa lebih ringkas dan sederhana.
Dapat dipahami kan…?

Bagaimana, Teman…? Asyik ya belajar menyajikan data menggunakan tabel distribusi frekuensi…? Anda dapat memperoleh informasi mengenai gambaran data sesungguhnya dengan lebih mudah dan sederhana.

Sampai disini, ya penjelasan mengenai Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk lebih mahir lagi, silakan anda berlatih sendiri. Ambillah data yang ada di sekitar anda, lalu buatlah tabel distribusi frekuensi data tunggal dan data berkelompok. Jika ada kesulitan, kita diskusikan lagi. Okey…???

Dengan Statistika, Hidup Menjadi lebih Berguna…
Hehehehe..