Minggu, 18 Maret 2012

AMANAH DAN ANUGRAH TERINDAH

Hari itu aku sedang dalam perjalanan menuju Kampus Darmaga. Aku naik angkot 03 sampai ke Terminal Laladon bersama dengan seorang temanku. Angkot yang kutumpangi sudah hampir penuh. Tempat duduk kosong hanya mampu menampung dua orang lagi.

Setelah setengah perjalanan, ada penumpang yang ingin naik. Seorang ibu muda yang cantik bersama dua orang anak. Satu anak perempuan berseragam SD kira-kira kelas satu atau dua. Satu anak lagi berada di gendongannya karena masih bayi. Selain menggendong bayinya, ibu muda tersebut jua menenteng tas yang sepertinya berisi pakaian atau popok sang bayi.

Postur tubuh ibu tersebut besar dan tinggi, sehingga ketika naik, angkot menjadi terasa sempit. Anaknya masuk terlebih dahulu dan langsung menempati tempat duduk yang kosong, tepat berada di depanku. Lalu, ibunya mengambil posisi disamping anak perempuannya itu. Karena belum mengerti tentang efektifitas tempat duduk di angkot dan tidak memahami bahwa badan ibunya yang besar itu membutuhkan tempat duduk yang lebih lebar, maka anak itu pun duduknya tidak pas pada posisi untuk badannya yang kecil itu. Sehingga, ibunya merasa kesulitan untuk duduk karena tempatnya sempit. Dia menyuruh anaknya untuk geser. Namun anaknya tidak bergerak. Karena angkot sudah hampir melaju kembali, dia meminta anaknya bergeser dengan suara dan nada yang lebih keras. Ibu muda itu terlihat sangat jengkel terhadap anaknya. Setelah mengerti maksud ibunya, barulah anak itu bergeser, memberikan ruang yang cukup untuk ibunya agar dapat duduk dengan nyaman.

Setelah angkot melaju, ibu muda itu terlihat masih jengkel terhadap putrinya. Dia mengomel dan mendorong-dorong kepala anak itu.
Bodoh amat sih jadi anak?!! Mukanya bersungut-sungut.
Disuruh geser dari tadi, diem aja! Dasar bodoh!! Kalau disuruh geser itu ya cepet geserrrr!!! Dia melanjutkan sambil mendorong-dorong kepala putrinya yang masih ingusan itu.
Hingga sekitar limabelas menit berlalu, ibu itu terus mengomel dan menghardik anaknya dengan sebutan bodoh. Anak itu diam saja, tak bergeming, bahkan ketika kepalanya di dorong oleh ibunya.

Aku yang duduk tepat di depannya, merasa geram sekali melihat pemandangan itu.  Aku tak tega melihat seorang anak yang masih kecil tersebut di perlakukan oleh ibunya sedemikian rupa. Aku memperhatikan wajah anak itu yang tak bergeming. Bisa jadi, anak ini sudah kerap kali dihardik oleh ibunya seperti itu sehingga dia tak merespon apa-apa.

Berdasarkan sudut pandangku, aku membaca ketakbergemingan anak ini. Dalam hati, mungkin dia membatin, Iya, memang aku anak bodoh. Anak bodoh. Aku anak bodoh. Selamanya, dimata ibu aku tetap akan menjadi anak bodoh…” Aku menjadi iba membayangkan bagaimana jika anak ini sering diperlakukan demikian oleh ibunya. Dalam hati, aku mengutuk tindakan ibu muda yang berbadan tinggi besar dan cantik ini.

Wahai para orang tua,,,
Anak itu adalah titipan Illahi. Anak adalah amanah yang harus kalian jaga dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Anak adalah anugrah terindah di dalam hidupmu, sehingga semestinya kalian tak memperlakukannya semena-mena. Bagaimanapun perilaku dan keadaan anakmu, kau tak boleh sembarang saja menghardik dan mengasarinya dengan tanganmu. Dia membutuhkan perlindungan darimu sampai mereka dewasa. Dia membutuhkan kasih sayang darimu. Dia membutuhkan contoh darimu bagaimana cara menyayangi dan mencintai orang-orang yang dekat dalam hidupnya. Dia membutuhkan contoh bagaimana cara menyikapi keadaan yang tidak disukai. Dia membutuhkan contoh bagaimana mengungkapkan marah tanpa harus menyakiti. Agar,.. dia juga bisa berlaku tepat kepada anak-anaknya kelak ketika sudah menjadi orangtua. Agar dia dapat berlaku santun kepada sesama. Agar dia mengerti bagaimana menghormatimu. Dan yang terpenting adalah agar dia bangga memiliki orang tua yang baik sepertimu.

Mendidik anak dengan kelembutan itu adalah tugas orang tua. Akan bagaimana anakmu nanti, itu sangat ditentukan oleh caramu mendidiknya ketika kecil. Kalau kau penuhi otak dan jiwa anakmu dengan kata-kata bodoh , bandel, nakal, dan sejenisnya, maka itulah yang akan menjadi karakter anakmu. Kepribadiannya akan terbentuk oleh label-label yang kau berikan sendiri. Maka, mulai sekarang, berhentilah memberikan label buruk terhadap anakmu, semarah apapun kau terhadapnya. Karena, sikapmu hari ini terhadap anak kecilmu, akan terus membekas di hatinya sampai dia dewasa.

Cara mendidik anak yang benar juga merupakan bentuk rasa syukur atas amanah dan anugrah yang diberikan Tuhan kepadamu dalam bentuk anak. Coba kau bayangkan, di luar sana, banyak sekali wanita-wanita yang menginginkan untuk memiliki anak, namun belum juga diberi oleh Yang Kuasa. Bahkan, mereka sampai rela mengadopsi anak orang lain agar bisa sedikit memberikan kebahagiaan kepada dirinya. Apakah kau pernah berfikir, semua itu mereka lakukan karena apa..?? Tentu..,  karena mereka ingin merasakan di dalam hidupnya, bahwa betapa bahagianya mendidik anak dengan penuh kasih sayang.

Oleh karena itu, wahai para ibu, didiklah anakmu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Kalau kau tak mampu mendidiknya dengan benar, lebih baik kau tak usah memiliki anak. Mintalah kepada Tuhan agar kau tak diberi amanah berbentuk anak. Alihkan saja jatah anak untukmu pada orang lain yang benar-benar menginginkannya dan bertanggungjawab untuk mendidiknya dengan baik. Agar anak-anak yang dititipkan Tuhan itu tidak hidup menderita di dunia ini. Dan agar anak tersebut nantinya juga dapat melahirkan dan mendidik generasi-generasi yang baik pula. Tak sepertimu!

Kawan, ini adalah bentuk rasa benciku terhadap para orangtua yang bersikap semena-mena dalam memperlakukan anaknya. Aku sangat membenci tindakan jahat itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar